Selasa, 06 Maret 2018

Untukmu, Maharani

Wah, long time no see, dearest blog! Akhirnya saya kembali setelah sekian lama melupakanmu, maafkan ya. Niatnya mau nulis ulasan ini di tetangga sebelah, tapi dari kemarin belum sempat dan hari ini doi lagi di blokir sama kominfo. Semoga kominfo patah hatinya segera teratasi biar semua platform nulis kembali aman dan tentram!
***

Kali ini, saya ikut #MengulasMaharani, buku ke-7 Papanya Salman, Mas Azhar Nurun Ala. Setelah pertama kali disihir oleh Seribu Wajah Ayah, kemudian Tuhan Maha Romantis lalu oleh Ja(t)uh, Konspirasi Semesta, Pertanyaan Tentang Kedatangan dan satu lagi (yang belum saya baca) Cinta Adalah Perlawanan (ayo produksi lagi Mas, wkakak). Saya masih saja takjub dan terbuai manisnya aksara Mas Azhar.

Pertanyaannya, kenapa ikut mengulas? Menurut saya buku ini bagus, sarat akan makna baik secara tersirat maupun tersurat. Unsur kehidupan dan keagamaan yang terkandung dalamnya, oke banget. Lalu saya merasa terlahir kembali.... Omg that was so me! Perempuan yang dulunya nyantri dan (sempat) merasa internet dan anak-pinaknya nggak penting, lalu lelaki yang bertutur akan memperjuangkan, lalu kandas... *sambil nyetel lagu Tenda Biru* nggak, nggak, saya nggak ditinggal nikah. Saya masih mahasiswi kok, cuma kami memilih untuk tidak lagi berkomunikasi. Jika jodoh, nanti bersama dengan semesta Allah berikan lagi yang terbaik kan? jangan melow ya, saya aja nggak

***
Setelah baca Mahar Untuk Maharani, saya sempat ngepost story ini di Instagram, 6 Januari yang lalu.

 Emosional sekali buku ini, saya sampai gemes sendiri :(
***
Oke, kita mulai ya!


saya nggak di endorse hypermart kok, maafin ya fotonya nggak ciamik :(

"Lupa ngasihin ini, oleh-oleh dari Mesir. Bukan jimat. Nggak akan bisa bikin skripsi cepet selesai."

Kalimat ini saya ambil acak saat membuka kembali buku Mahar Untuk Maharani saat akan mengulas buku ini. Maharani, seorang perempuan anggun nan manis yang berhasil membuat Salman mengganti semestanya, menajamkan targetnya dan mengusahakan perubahan dirinya. Maharani, yang manisnya membuat Salman ingin segera memastikan, bahwa pecinta sejati bukanlah mereka yang suka berjanji.

"Bisa.. bisa pesen es cincau ke Mbak Jumi. Tahun depan insyaAllah masih jualan es cincau."
 
 Salman, si empunya tekad yang menakjubkan. Saya jadi mendadak pingin nasihatin Salman. Man, mungkin do'amu masih kalah sama doi. Mungkin sujud doi lebih lama dibanding sujudmu. Semangat, Man. *apasih ini*

Seperti dalam cuplikan snapgram diatas, saya mulai nggak sadar nangis pas bagian Hujan Air Mata dan Tanggul Badag. Parah sih, emosional banget. Tapi bagian terfavorit saya adalah Sprinkler yang Pengertian. Rasanya pingin ngakak tapi kasihan. Jadi saya milih ngakak sih, kan yang emosionalnya udah di bab sebelumnya. Hehehe.

Kemudian tentang Ajran, saya awalnya males banget, semacam apasih kok malah bahas IPB... tapi makin kesini, makin rame, makin deg-degan. Hehe. Kemudian betapa ciamiknya Mas Azhar mengemas konflik masa kecil Dimas dan Salman, waktu kematian Budi. Kepikiran aja.. Tapi ya bodor sih. 

Pelajaran dari MUM ini adalah,
Kita bisa saja berharap begitu besar, berencana begitu hebat, tapi Ia sang empunya alam semesta lebih berhak atas segalanya. Maka segala bentuk ikhtiar seharusnya kita limpahkan pada-Nya semata.  
 
Kalau harapan Mas Azhar, “Ini harus jadi novel yang menyenangkan, bisa dibaca oleh siapa saja, bahkan dalam sekali duduk karena pembaca begitu menikmati setiap lembarnya!”
Selamat, wishlist Papa Salman terwujud. Novel setebal 250 halaman ini keren sekali. Saya baca buku ini dari pukul 22.00 dan tidak berhenti hingga dini hari. Penantian saya menunggu Mamang Pos yang telat 2 hari dari estimasi terbayarkan, meski agak gimana gitu ya.. Sampai saya selesai baca dan berniat tidur, saya mangkel sendiri. Ekspektasinya ya.... gitu deh. Gitu. Meski kok Salman ngenes banget... Meski ya.. memang takdir mah nggak bisa dilawan.

Selamat Mas Azhar! Ditunggu (selalu) karya barunya :D
 

Cheers,
Nisa


1 komentar:

  1. Hai, Nisa. Terima kasih telah jadi bagian dari pembaca karya sederhana saya. Terima kasih juga telah menulis kesannya di sini. Sama, saya juga lagi sebel sama kemenkominfo, nih! (kok, jadi salah fokus?)

    "Selamat, wishlist Papa Salman terwujud. Novel setebal 250 halaman ini keren sekali. Saya baca buku ini dari pukul 22.00 dan tidak berhenti hingga dini hari." Alhamdulillah, semoga bermanfaat. Jadi, bagaimana, setelah membaca novel ini, masih menunggu lelaki-yang-bertutur-akan-memperjuangkan-lalu-kandas itu?

    BalasHapus

Sayangku

Padamu sayangku, yang kutemukan dibenaman sore menuju malam, padahal paham bahwa segalanya tak lebih dari keindahan nan fana, tapi j...